Senin, 21 September 2015

Pengembangan cerpen Meraih Mimpi

ini adalah hasil ku dan yoga aditya saat disuruh untuk mengembangkan isi cerpen Meraih Mimpi walaupun cerpen ini belum selesai tp semoga dapat sedikit membantu ya ... :)


Meraih Impian
Kala bulan bercahaya dengan sinarnya yang terang tapi tak menyilaukan ,diiringi lambaian anggun pohon kelapa yang di terpa  siulan angin malam Terusik lamunanku saat terngiang sebaris kata sederhana ayah yang selalu berulang menelusup ke telingaku, “Nanda, kamu pasti bisa!” Kata sederhana  ayahku  laksana dentuman meriam di rongga dadaku. Setiap kuingat kata-kata itu, semakin berat beban yang kurasakan, terlebih aku terlahir  sebagai anak sulung dari lima bersaudara. Tidak mudah bagiku untuk menjadi sulung.Mengingat tugas yang harus kuemban sebagai panutan adik-adikku. Kurasakan pula beban kedua orang tuaku yang semakin menjadi-jadi.. Ayah, di luar segala kewajibannya sebagai seorang PNS, juga terlibat aktif di dunia jurnalistik dan organisasi. Tidak mengherankan  jika bunda harus  terpaksa turun tangan untuk menopang keuangan keluarga dengan membuka sebuah warung kecil-kecilan.
Teringat jelas bayangan itu,, ketika keringat dingin membasahi tubuh mungilku,ketika otakku terpenuhi dengan rumus-rumus yang mencekam  pikiranku , waktu itu saat diriku mengerjakan butiran-butiran masa depanku.Padatnya aktivitas ayah dan bunda terekam  kuat dalam benakku ketika beliau banting tulang, siang malam, panas hujan, bahkan petir mereka terpa demi mencari selembar uang untuk membiayai kelulusanku dari Almamaterku. Kerja keras seakan menjadi menu wajib bagiku untuk membalas keringat dan cucuran darah mereka.
Hatiku berdetak kencang ketika detik-detik pengumuman tiba,tak ku sangka namaku tertera di selembar kertas putih urutan teratas. Terlintas wajah kedua orang tuaku dengan senyuman lebarnya yang seakan-akan mereka turut berbahagia atas keberhasilanku.Saat itu juga  semangatku berkobar dan terucap janji untuk membagiakan kedua orang tua serta adik-adikku.Namun, ada hal yang menjadi titik lemahku. Dua kali tangisku pecah ketika cita-citaku tak tersampaikan. Pertama, ketika gagal masuk fakultas kedokteran karena faktor biaya. Kuingat kata-kata bunda di telingaku. “Kita tak cukup uang untuk kamu masuk Fakultas Kedokteran. Sabar ya, Nak!”, ucap Bunda lembut, tetapi pasti. Kedua, ketika gagal mendaftar ke STPDN karena tinggi badan kurang. Kegagalan itu tentu saja membuatku terluka.Aku sadar aku terlahir ditengah keluarga yang cukup sederhana. Ayah dan bunda tiada putus- putusnya membangkitkan diriku hingga kedua kakiku benar-benar mampu berpijak kembali.
Untuk mengobati luka hatiku, kuputuskan untuk membantu menjaga warung kecil milik bundaku.Sambil menjaga warung, sedikit demi sedikit  aku belajar dari ketegaran bunda dalam menghadapi kesulitan hidup. Tak jarang bunda tidur larut karena harus menyambung potongan perca menjadi sebuah bed cover untuk dijua dan dititipkanl di sebuah toko swalayan. Tak telalu penting bagiku berapapun lembaran rupiah yang dihadirkan bunda dari jerih payahnya namun yang terpenting bagiku tiada pernah putus doaku kepada Sang Khalik agar bunda senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin.
 Setiap hari seusai sembahyang ku panjatkan banyak do’a untuk keluargaku dan masa depanku. Akhirnya salah satu doaku terkabul. Suatu hari ayah memutuskan untuk berhenti bekerja dan berorganisasi. Ayah mulai melirik dunia usaha. Sebagai langkah awal, ayah melahap buku-buku sederet profil pengusaha sukses, sebut saja Bob Sadino, Bill Gates, Steve Jobs, Richard Branson, Donald Trump, dan Elang Gumilang yang membangkitkan semangat Ayah untuk berbisnis. Benih pohon bisnis tumbuh pula dalam  diriku, terlebih setelah aku menyerap isi beberapa buku yang menyampaikan kisah perjalanan pengusaha sukses.
Dua kegagalan yang lalu berakhir dan terbayar ketika aku diterima di universitas ternama di kota ku dengan  jurusan bahasa Inggris. Kutekuni masa pendidikan tinggi dengan sepenuh hati. Dan kelak aku ingin menjadi seorang dosen yang sukses, sehingga dapat membantu ekonomi keluarga kecilku. Namun kendala finansial mendorongku untuk merambah  ke dunia kerja di samping kuliah.namun hal itu tidak menyurutkan tekad ku.  Pucuk dicinta ulam tiba. Tak ku sangka Kak Ica, saudara sepupuku, datang kepadaku dan menawariku sebuah bisnis   “Nanda, di sebelah toko Bunda ada kios yang dijual. Bagaimana kalau  kita patungan untuk membeli kios itu, lalu kita jual pakaian di sana?”  kata Kak Ica. Ia mengajak berpatungan untuk membeli kios itu. Dan akupun setuju dengan ajakan Kak Ica.Kami mulai berbisnis pakaian dengan  modal uang pinjaman dari ibu. Setelah sekian lama aku dan kak Ica menjalankan usaha ini, banyak sekali cobaan dan rintangan yang harus kami jalani, mulai dari sepi pengunjung sampai kehabisan dana untuk membeli kembali barang dagangan. Tapi hal tersebut kami lewati dengan sabar dan pantang menyerah.  Tidak kusangka, hal tersebut membuat usaha kami  menuai hasil yang gemilang.
Suatu hari bunda berkunjung ke toko kecilku dan dia memuji hasil kerja kerasku, “Wah, ternyata Nanda sudah meraup banyak untung nih”. Tetapi kesibukanku  berbisnis tidak melemahkan prestasi di ranah akademis. Aku berhasil mempertahankan semuanya dengan hasil yang memukau.
Seiring waktu, jaringan bisnisku meluas. Padatnya jadwal ceramah ayah sebagai motivator mendorongku untuk membantunya. Hal tersebut membuatku  berkiprah dalam dunia event organizer. Lahan bisnis ini menuai sukses yang tergolong gemilang. Jaringan konsumen luas semakin membuka peluang untuk berkiprah di bidang lain. Usaha penjualan tiket pesawat pun kulakoni hingga membuahkan beberapa kantor cabang di berbagai kota di negeri ini
Kesuksesan ini tidak patut membuatku angkuh, terutama di hadapan Tuhan. Hanya karena  ridha-Nyalah  aku dapat meraih semuanya.Aku sadar betapa pentingnya peran orang tuaku dalam kehidupanku. Tidak luput bimbingan dan motivasi dari kedua orang tuaku turut membuatku tegar dalam berbagai kesulitan yang ku tempuh.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar