Selasa, 09 Juni 2015

Artikel fungsi tari dari Sulawesi Selatan

ARTIKEL FUNGSI
TARI DARI SULAWESI SELATAN




Tari Pakarena
Pada  perkembangan peradaban manusia dari masa ke masa,ada beberapa hal yang mempengaruhi perkembangan kehidupan masyarakat  suatu bangsa yaitu  keadaan lingkungan alam ,kesenian daerah dan  lain-lain sebagainya.Sebagian  dari  perkembangan ini, dapat kita temui pada tata cara hidup dalam kehidupan manusia tersebut. Seperti  halnya pada  sejarah kesenian kebudayan Sulawesi Selatan yang terdapat berbagai macam kesenian yang  merupakan satu pertanda bahwa masyarakat Sulawesi Selatan telah bangkit ( mengikuti perkembangan dunia ) .Salah satu  kesenian daerah asal Sulawesi Selatan adalah Tari Pakarena. Tari adalah cabang seni rupa yang digunakan untuk mengungkapkan ekspresi jiwa manusia lewat gerak ritmis, ritme dan irama. Menurut bahasa kata “pakarena” berasal dari kata “karena” yang memiliki arti “main”. Jadi Tari Pakarena adalah   tarian  tradisional yang berasal dari Sulawesi Selatan yang dalam pertunjukkannya atau pementasannya  diiringi oleh  dua kepala drum  atau  yang disebut gandrang  dan sepasang instrument alat semacam suling  atau yang disebut  puik-puik.   Menurut catatan sejarah seni tari di Indonesia lahir bersamaan  sebagai media pemujaan dan persembahan untuk dewa-dewa. Sehingga pada awalnya Tari Pakarena merupakan tarian pemujaan dimana keyakinan manusia pada masa lampau bergantung kepada alam tak nyata atau alam gaib, dimana gerak pada tarian pakarena  melambangkan  komunikasi  antar manusia denagn  manusia atau manusia dengan Dewanya , utamanya kepada Dewata atau Batara .Menurut orang-orang  jaman dahulu  jauh tari pakarena tercipta  sebelum agama Islam masuk di daerah Gowa, mereka juga  mengatakan bahwa suatu ketika makhluk-makhluk yang ada dikayangan  dan yang berada di bumi tidak akan bertemu lagi. Olehnya itu mereka  perlu memberikan suatu  petunjuk bagi  manusia pada zaman itu dan manusia pada zaman yang akan datang. Maka manusia-manusia dikayangan itu  mengajarkan pada penduduk bumi bagaimana caranya bekerja seperti menjaga anak, memintai benang, bersahabat/bermasyarakat dan lain-lain. Kesemuanya ini dilakukan dengan gerakan dan dengan gerakan-gerakan ini maka terciptalah tari “Tari Pakarena”. Sedangkan Menurut Munasih Nadjamuddin yang seniman Pakarena, tarian Pakarena berawal dari kisah mitos perpisahan penghuni boting langi (negeri kahyangan) dengan penghuni lino (bumi) zaman dulu. Sebelum detik-detik perpisahan, boting langi mengajarkan penghuni lino mengenai tata cara hidup, bercocok tanam, beternak hingga cara berburu lewat gerakan-gerakan tangan, badan dan kaki. Gerakan-gerakan inilah yang kemudian menjadi tarian ritual saat penduduk lino menyampaikan rasa syukurnya kepada penghuni boting langi.Tarian ini sempat kesenian  istana yang berkembang dan tumbuh di lingkungan istana yang ditampilkan saat upacara-upacara adat. pada masa Sultan Hasanuddin raja Gowa ke-16, lewat sentuhan I Li’motakontu, ibunda sang Sultan atau sampai dengan pesatnya perkembangan Kerajaan Gowa,yaitu  sejak Tumanurung merajai Butta Gowa (Daerah Gowa) sampai saat pemerintahan Sultan Hasanuddin menjadi raja dan masih banyak sejarah awal munculnya tari pakarena versi lain.
Tarian pakarena dibawakan harus oleh empat sampai tujuh orang perempuan oleh karena itu tarian ini dibawakan dengan sangat lembut atau halus hal ini melambangkan watak perempuan Gowa yang  sesungguhnya yaitu sopan, setia, patuh dan hormat pada laki-laki terutama terhadap suami. Tarian ini sebenarnya terbagi dalam 12 bagian, meski agak susah dibedakan oleh orang awam karena pola gerakan pada satu bagian cenderung mirip dengan bagian lainnya. Tapi setiap pola mempunyai maknanya sendiri. Tanda awal dan akhir tarian ini ditandai dengan gerakan duduk. Gerakan berputar searah jarum jam melambangkan siklus hidup manusia. Sementara gerakan naik turun mencerminkan roda kehidupan yang kadang berada di bawah dan kadang di atas. seorang penari Pakarena tidak diperkenankan membuka matanya terlalu lebar. Demikian pula dengan gerakan kaki, tidak boleh diangkat terlalu tinggi. Dan gerakan ini berlangsung sekitar 2 jam sehingga untuk menjadi seorang penari tari pakarena harus mempersiapkan diri semaksimal mungkin. Adapun Gerakan Tari Pakarena seperti:Sambori’na (berteman),Ma’biring kassi’ (bermain ditepi pantai),Anging kamalino (angin tanpa berhembus, Digandang (berulang-ulang),Jangan lea-lea (ayam yang mundur-mundur sementara berkelahi),Iyale’ (sebelum menyanyi ada seperti aba-aba) nyanyian tengah malam.

            Iringan yang selalu digunakan untuk mengiringi  tarian pakarena adalah dua buah gendang, kannong-kannong, gong, kancing dan sepasang puik-puik (suling) yang dimainkan oleh  pemain musik pria dan biasanya berjumlah tujuh orang dan biasanya  dikenal dengan istilah Gondrong Rinci. Para penabuh gandrang (gendang ) biasanya juga ikut menggerakkan bagian tubuhnya terutama kepala. Ada dua jenis pukulan yang dikenal dalam petabuhan Gandrang.Yang pertama adalah pukulan Gundrung yaitu pukulan Gandrang dengan menggunakan stik atau bambawa yang terbuat dari tanduk kerbau. Yang kedua adalah pukulan tumbu yang dipukul hanya dengan tangan. Suara hentakan yang dihasilkan oleh gendang berfungsi untuk pengatur irama selain itu juga  menyiratkan watak pria Sulawesi Selatan yang keras.Menurut pendapat lain tarian ini biasanya juga diiringi dengan lagu.
            Kostum dari penari pakerena itu sendiri baju pahang (tenunan tangan), lipa ’sa’ be (sarung sutra khas Sulawesi Selatan), dan beberapa  perhiasan seperti  kalung, gelang , hiasan sanggul, dan yang tidak boleh ketinggalan adalah  kipas berukuran besar.Kostum yang mereka kenakan tersebut memeliki waarna yang cerah seperti  warna merah, putih, hijau dan  kuning.

            Dalam masyarakat Makasar Sulawesi selatan dijumpai berbagai macam tari-tarian yang berkaitan dengan fungsi sosialnya, seperti tari-tarian yang muncul pada saat upacara yang berkaitan dengan bayi, upacara yang berkaitan dengan kematian, upacara yang berkaitan dengan agama, upacara yang berkaitan dengan perkawinan, serta upacara adat. Fungsi dari pakarena itu sendiri diantaranya sebagai media penghubung antara mereka dengan Tuhannya yang biasanya ditampilkan saat upacara adat (fungsi upacara adat), tetapi seiring berjalannya waktu tari pakarena tidak hanya ditampilkan saat upacara adat saja tetapi berubah fungsi sebagai pertunjukan hiburan hal ini mungkin disebapkan kegiatan upacara adat yang sudah jarang dilakukan(fungsi hiburan)

Tari Pajaga
            Sejarah tari pajaga timbul saat Batara Guru I menjadi Pajung (Raja) di Luwu kemudian  beliau disuruhlah mencipta satu tarian sebagai suatu pemujaan kepada dewa-dewa dalam memenuhi permohonan manusia dan agar gerak itu mempunyai irama yang tetap maka gerak itu diiringi oleh nyanyian dan tabuhan gendang hal itu dikarenakan  saat itu mereka menganut kepercayaan Animisme yaitu Agama yang mempercayai banyak dewa. Dari situlah muncul tari pajaga. Menurut sejarah nama pajaga itu sendiri berasal ketika  anak raja beserta hamba sahayanya berdiam disuatu gunung  dan digunung tersebut terdapat mata air dan kebun bunga-bungaan. ketika anak raja itu pergi berburu dan saat dia sampai di peda-peda ,ia  tiba-tiba mendengar suara gadis yang menyanyi diatas gunung  , dan anak raja tersebut mendatangi tempat itu.Ternyata disana ada 7 gadis cantik  dan  setelah gadis-gadis itu selesai menari,mereka pergi mandi disuatu kali yang tidak jauh dari tempat mereka bernyanyi , dan pada waktu mereka mandi  sudah menjadi kebiasaan tak selembarpun benang yang menyertai tubuh mereka . Anak raja tersebut ingin menjadikan salah satu dari gadis tersebut menjadi permaisuri . Dan demi tercapainya tujuan tersebut  sang anak raja mengambil pakaian salah seorang diantara gadis-gadis itu pada saat mereka mandi. Dan setelah ia berhasil, ternyata pakaian yang ia peroleh adalah kepunyaan Putri Bungsu.Maka putri bungsu  tidak dapat lagi terbang balik ke kayangan dan anak raja tersebut menjadikan putri bungsu sebagai permaisurinya Resepsi perkawinan dilaksanakan dengan cara pesta adat kerajan dimana harus diadakan tari-tarian sesuai dengan gerakan-gerakan tari yang dimainkan oleh putri-putri kayangan ketika bermain-main di atas pohon bunga-bungaan dan tarian ini disebut tari Pattudu atau pajaga
Hingga sekarang alat yang mengiringi tari pajaga  belum banyak mengalami perubahan atau dengan kata lain masih mendekati keaslian.Dahulu tari pajaga digunakan sebagai pernyataan hubungan dan pengabdiannya kepada dewa-dewa, menggerakkan hati dewa-dewa agar dewa-dewa tersebut mengabulkan permohonan-permohonan mereka,sebagai  penghormatan kepada tamu-tamu raja yang datang pada saat tertentu, seperti pada upacara kerajaan  (fungsi upacara adat) , untuk alat penghubung antara raja dan rakyat seperti mendekatkan hubungan agar rakyat tetap cinta kepada rajanya dan sebaliknya. Selain itu tari pajaga juga digunakan sebagai  hiburan ( fungsi hiburan ) yaitu untuk menghibur raja dan keluarganya, juga untuk menghibur rakyat pada pesta-pesta. Penari tari pajaga  adalah para wanita yang cantik-cantik  serta mempunyai kelebihan-kelebihan supaya dapat menarik perhatian para penonton ( raja-raja maupun rakyat) dengan maksud disamping ia berfungsi sebagai hiburan juga dapat menarik keuntungan atau hasil yang berupa materi, karena para penonton diberi kesempatan untuk Mappasompe pada salah seorang Pajaga yang diingininya.





Tari Bosara

Tari Bosara adalah tarian yang mengambarkan orang bugis jika  kedatangan tamu ia senantiasa menghidangkan bosara, sebagai tanda syukur dan kehormatan .Bosara adalah piring khas suku bugis-Makassar di Sulawesi Selatan yang berbahan dasar bosara dari besi dan dilengkapi dengan penutup khas seperti kobokan besar, kemudian  dibalut denagn  kain berwarna terang, seperti warna merah, biru, hijau atau kuning, yang diberi ornamen kembang keemasan di sekelilingnya. Bosara biasanya diletakkan di meja dalam rangkaian acara tertentu, khususnya acara yang bersifat tradisional dan sarat dengan nilai-nilai budaya. Seperti fungsi piring biasanya bosara berfungsi sebagai  tempat sajian aneka kue tradisional maupun tempat lauk . Bosara kemudian diletakkan diatas meja berkaki pendek, biasanya disebut meja Oshin. Selain itu untuk melengkapi Bosara diletakkan baki kecil yang di atasnya dilapisi kain yang berwarna mirip dengan warna bosara dan juga diletakkan alas dan piring ceper berukuran kecil yang digunakan untuk meletakkan kue tradisional yang diambil dari bosara, kemudian juga dilengkapi dengan cangkir untuk minuman teh serta tutupnya, ditambah gelas untuk air putih.
Sehingga seperti yang sudah dijelaskan diatas dalam pertunjukannya tari bosara menggunakan property bosara (piring). Tari bosara digunakan untuk menjamu raja, menyambut tamu agung, pesta adat, dan pesta perkawinan (fungsi upacara adat ).

Tari Gandrang Bulo
Tari gandrang bulo adalah kesenian rakyat Sulawesi selatan  yang menggabungkan unsur musik, tarian dan dialog kritis nan kocak dan merupakan sebuah tarian terkenal dengan gerak dinamis.Menurut bahasa Gandrang bulo berasal dari dua kata, yaitu “gandrang” yang berarti tabuhan atau pukulan dan “bulo” yang berarti bamboo.
Tarian gandrang bulo muncul pada masa penjajahan Jepang yaitu  saat istirahat (seusai keja paksa ) para pekerja tersebut bermain – main dengan menyanyikan lagu – lagu jenaka sambil melakukan adegan – adegan lucu yang diambil dari gerakan tentara jepang, bagaimana mereka dihukum pada saat bekerja hal tersebut hanya dilakukan apabila tidak ada pengawas dari Jepang.
Pementasan gandrang bulo diiringi oleh alat musik tradisional yang terdiri dari potongan bambu yang diadu secara serentak, gendang, dan suling atau alat gesek tradisional namun seiring perkembangan zaman tarian ini juga diiringi dengan  lagu-lagu jenaka, dialog-dialog humor yang  sarat kritik dan ditambah gerak tubuh yang mengundang tawa penonton.Sebelum tahun 60an ganrang bulo dimainkan oleh orang dewasa dengan cara  membuat lingkaran namun lama kelamaan berubah menjadi permainan anak-anak. Seperti pada pertunjukan drama para pemain atau penari ada yang  membawakan karakter lucu seperti orang idiot atau orang kampung yang lugu dan ada juga yang berperan sebagai  pejabat atau orang berkuasa yang angkuh dan angkuh.
Tari gandrang bulo dapat difungsikan untuk hiburan,sebagai menyambut tamu pernting Negara dan biasanya juga oleh masyarakat juga digunakan untuk mengungkapkan inspirasi dan unek-unek baik kepada pejabat maupun pemerintah.

TARI PA’GELLU’
         Tari Pagellu disebut juga dengan Gellu Pangala. Kata Pa’gellu’ berasal dari bahasa Toraja yang artinya  menari-menari dengan riang gembira sambil menggerakkan tangan dan badan bergoyang dengan gemulai.Tari pa’gellu Tari dilakukan oleh lima atau tiga orang gadis.Ada satu larangan bagi penari pa’gellu yaitu jika seorang penari memiliki anggota keluarga yang meninggal dan belum dimakamkan, maka ia tidak diperbolehkan menari karena ia dianggap masih berduka.Dalam tari pa’gellu  terdapat 12 gerakan utama sebagai philosofi hidup dan ethos kerja orang Toraja dan gerakan  ini mengandung makna yang demikian mendalam meliputi ma’tabe’; pa’dena’-dena’; pa’gellu’tua; pa’kaa-kaa bale; pa’tulekken; pa’langkan-langkan; masiri; pangallo; penggirikan tang tarru; pa’lalok pao; pangrapanan/pelepasan. Dalam tari ini para penari juga melakukan attraksi menaiki gendang dan menari di atasnya. Sehingga  butuh keterampilan dan latihan untuk dapat menari sambil menjaga keseimbangan. Di tengah - tengah acara menari, para penonton akan menghampiri penari untuk memberikan uang yang diselipkan di antara hiasan kepala si penari atau yang disebut ma'toding. Saat menari para penari pa’gellu mengenakan pakaian dan tarian khas toraja.
         Tarian pa’gellu pada mulanya digunakan saat acara penyambutan terhadap para patriot atau pahlawan yang kembali dari medan perang dengan membawa kemenangan tetapi sekarang tarian ini digunakan untuk mengekspresikan rasa suka cita,dan dipertunjukkan pada upacara kegembiraan, seperti pesta pernikahan, pesta syukuran di musim panen, atau saat menyambut tamu kehormatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar