ARTIKEL
FUNGSI
TARI DARI SULAWESI SELATAN
Tari
Pakarena
Pada
perkembangan peradaban manusia dari masa ke masa,ada beberapa hal yang
mempengaruhi perkembangan kehidupan masyarakat
suatu bangsa yaitu keadaan
lingkungan alam ,kesenian daerah dan
lain-lain sebagainya.Sebagian dari perkembangan
ini, dapat kita temui pada tata cara hidup dalam kehidupan manusia tersebut.
Seperti halnya pada sejarah kesenian kebudayan Sulawesi Selatan
yang terdapat berbagai macam kesenian yang merupakan satu pertanda bahwa masyarakat
Sulawesi Selatan telah bangkit ( mengikuti perkembangan dunia ) .Salah
satu kesenian daerah asal Sulawesi
Selatan adalah Tari Pakarena. Tari adalah cabang seni rupa yang digunakan untuk
mengungkapkan ekspresi jiwa manusia lewat gerak ritmis, ritme dan irama. Menurut bahasa kata “pakarena” berasal dari
kata “karena” yang memiliki arti “main”. Jadi Tari Pakarena adalah tarian
tradisional yang berasal dari Sulawesi Selatan yang dalam
pertunjukkannya atau pementasannya
diiringi oleh dua kepala
drum atau yang disebut gandrang dan sepasang instrument alat semacam
suling atau yang disebut puik-puik. Menurut catatan sejarah seni tari di Indonesia
lahir bersamaan sebagai media pemujaan
dan persembahan untuk dewa-dewa. Sehingga
pada awalnya Tari Pakarena merupakan tarian pemujaan dimana keyakinan manusia
pada masa lampau bergantung kepada alam tak nyata atau alam gaib, dimana gerak
pada tarian pakarena melambangkan komunikasi
antar manusia denagn manusia atau
manusia dengan Dewanya , utamanya kepada Dewata atau Batara .Menurut
orang-orang jaman dahulu jauh tari pakarena tercipta sebelum agama Islam masuk di daerah Gowa, mereka
juga mengatakan bahwa suatu ketika
makhluk-makhluk yang ada dikayangan dan
yang berada di bumi tidak akan bertemu lagi. Olehnya itu mereka perlu memberikan suatu petunjuk bagi manusia pada zaman itu dan manusia pada zaman
yang akan datang. Maka manusia-manusia dikayangan itu mengajarkan pada penduduk bumi bagaimana
caranya bekerja seperti menjaga anak, memintai benang, bersahabat/bermasyarakat
dan lain-lain. Kesemuanya ini dilakukan dengan gerakan dan dengan
gerakan-gerakan ini maka terciptalah tari “Tari Pakarena”. Sedangkan Menurut
Munasih Nadjamuddin yang seniman Pakarena, tarian Pakarena berawal dari kisah
mitos perpisahan penghuni boting langi (negeri kahyangan) dengan
penghuni lino (bumi) zaman
dulu. Sebelum detik-detik perpisahan, boting langi mengajarkan
penghuni lino mengenai tata cara hidup, bercocok tanam, beternak
hingga cara berburu lewat gerakan-gerakan tangan, badan dan kaki.
Gerakan-gerakan inilah yang kemudian menjadi tarian ritual saat penduduk lino
menyampaikan rasa syukurnya kepada penghuni boting langi.Tarian ini
sempat kesenian istana yang berkembang
dan tumbuh di lingkungan istana yang ditampilkan saat upacara-upacara adat.
pada masa Sultan Hasanuddin raja Gowa ke-16, lewat sentuhan I Li’motakontu,
ibunda sang Sultan atau sampai dengan
pesatnya perkembangan Kerajaan Gowa,yaitu
sejak Tumanurung merajai Butta Gowa (Daerah Gowa) sampai saat
pemerintahan Sultan Hasanuddin menjadi raja dan masih banyak sejarah awal
munculnya tari pakarena versi lain.
Tarian pakarena dibawakan harus oleh empat sampai tujuh orang perempuan oleh karena itu tarian ini
dibawakan dengan sangat lembut atau halus hal ini melambangkan watak perempuan Gowa yang sesungguhnya yaitu sopan, setia, patuh dan hormat pada
laki-laki terutama terhadap suami. Tarian ini sebenarnya terbagi dalam 12
bagian, meski agak susah dibedakan oleh orang awam karena pola gerakan pada
satu bagian cenderung mirip dengan bagian lainnya. Tapi setiap pola mempunyai
maknanya sendiri. Tanda awal dan akhir tarian ini ditandai dengan gerakan
duduk. Gerakan
berputar searah jarum jam melambangkan siklus hidup manusia. Sementara gerakan
naik turun mencerminkan roda kehidupan yang kadang berada di bawah dan kadang
di atas. seorang penari Pakarena tidak diperkenankan membuka matanya terlalu
lebar. Demikian pula dengan gerakan kaki, tidak boleh diangkat terlalu tinggi. Dan gerakan
ini berlangsung sekitar 2 jam sehingga untuk menjadi seorang penari tari
pakarena harus mempersiapkan diri semaksimal mungkin. Adapun Gerakan
Tari Pakarena seperti:Sambori’na (berteman),Ma’biring kassi’ (bermain ditepi pantai),Anging
kamalino (angin tanpa berhembus, Digandang (berulang-ulang),Jangan
lea-lea (ayam yang mundur-mundur sementara berkelahi),Iyale’ (sebelum menyanyi ada seperti aba-aba) nyanyian tengah malam.
Iringan yang selalu digunakan untuk
mengiringi tarian pakarena adalah dua buah gendang,
kannong-kannong, gong, kancing dan sepasang puik-puik (suling) yang dimainkan oleh pemain musik pria dan biasanya berjumlah tujuh orang dan biasanya dikenal dengan istilah Gondrong Rinci. Para penabuh
gandrang (gendang ) biasanya juga ikut menggerakkan bagian tubuhnya terutama
kepala. Ada dua jenis pukulan yang dikenal dalam petabuhan Gandrang.Yang
pertama adalah pukulan Gundrung yaitu pukulan Gandrang dengan menggunakan stik
atau bambawa yang terbuat dari tanduk kerbau. Yang kedua adalah pukulan tumbu
yang dipukul hanya dengan tangan. Suara hentakan yang dihasilkan oleh gendang berfungsi
untuk pengatur
irama selain itu juga menyiratkan watak pria Sulawesi Selatan
yang keras.Menurut pendapat lain tarian ini biasanya juga diiringi dengan lagu.
Kostum dari penari pakerena itu
sendiri baju
pahang (tenunan tangan), lipa ’sa’ be (sarung sutra khas Sulawesi Selatan), dan
beberapa perhiasan seperti kalung, gelang , hiasan sanggul, dan yang tidak boleh ketinggalan adalah kipas berukuran besar.Kostum yang
mereka kenakan tersebut memeliki waarna yang cerah seperti warna merah, putih, hijau dan kuning.
Dalam masyarakat
Makasar Sulawesi selatan dijumpai berbagai macam tari-tarian yang berkaitan
dengan fungsi sosialnya, seperti tari-tarian yang muncul pada saat upacara yang
berkaitan dengan bayi, upacara yang berkaitan dengan kematian, upacara yang
berkaitan dengan agama, upacara yang berkaitan dengan perkawinan, serta upacara
adat. Fungsi dari pakarena itu sendiri diantaranya
sebagai media penghubung antara mereka dengan Tuhannya yang biasanya
ditampilkan saat upacara adat (fungsi upacara adat), tetapi seiring berjalannya
waktu tari pakarena tidak hanya ditampilkan saat upacara adat saja tetapi berubah
fungsi sebagai pertunjukan hiburan hal ini mungkin disebapkan kegiatan upacara
adat yang sudah jarang dilakukan(fungsi hiburan)
Tari
Pajaga
Sejarah tari pajaga timbul saat Batara Guru I menjadi
Pajung (Raja) di Luwu kemudian beliau
disuruhlah mencipta satu tarian sebagai suatu pemujaan kepada dewa-dewa dalam
memenuhi permohonan manusia dan agar gerak itu mempunyai irama yang tetap maka
gerak itu diiringi oleh nyanyian dan tabuhan gendang hal itu dikarenakan saat itu mereka menganut kepercayaan Animisme
yaitu Agama yang mempercayai banyak dewa. Dari situlah muncul tari pajaga.
Menurut sejarah nama pajaga itu sendiri berasal ketika anak raja beserta hamba sahayanya berdiam disuatu gunung dan digunung tersebut terdapat mata air dan
kebun bunga-bungaan. ketika anak raja itu pergi berburu dan saat dia sampai di
peda-peda ,ia tiba-tiba mendengar suara
gadis yang menyanyi diatas gunung , dan
anak raja tersebut mendatangi tempat itu.Ternyata disana ada 7 gadis
cantik dan setelah gadis-gadis itu selesai menari,mereka
pergi mandi disuatu kali yang tidak jauh dari tempat mereka bernyanyi , dan
pada waktu mereka mandi sudah menjadi
kebiasaan tak selembarpun benang yang menyertai tubuh mereka . Anak raja
tersebut ingin menjadikan salah satu dari gadis tersebut menjadi permaisuri .
Dan demi tercapainya tujuan tersebut
sang anak raja mengambil pakaian salah seorang diantara gadis-gadis itu
pada saat mereka mandi. Dan setelah ia berhasil, ternyata pakaian yang ia
peroleh adalah kepunyaan Putri Bungsu.Maka putri bungsu tidak dapat lagi terbang balik ke kayangan
dan anak raja tersebut menjadikan putri bungsu sebagai permaisurinya Resepsi
perkawinan dilaksanakan dengan cara pesta adat kerajan dimana harus diadakan
tari-tarian sesuai dengan gerakan-gerakan tari yang dimainkan oleh putri-putri
kayangan ketika bermain-main di atas pohon bunga-bungaan dan tarian ini disebut
tari Pattudu atau pajaga
Hingga sekarang alat yang mengiringi tari pajaga
belum banyak mengalami perubahan atau dengan kata lain masih mendekati
keaslian.Dahulu tari pajaga digunakan sebagai pernyataan hubungan dan
pengabdiannya kepada dewa-dewa, menggerakkan hati dewa-dewa agar dewa-dewa
tersebut mengabulkan permohonan-permohonan mereka,sebagai penghormatan kepada tamu-tamu raja yang
datang pada saat tertentu, seperti pada upacara kerajaan (fungsi upacara adat) ,
untuk alat penghubung antara raja dan rakyat
seperti mendekatkan hubungan agar rakyat tetap cinta kepada rajanya dan
sebaliknya. Selain itu tari
pajaga juga digunakan sebagai hiburan (
fungsi hiburan ) yaitu untuk menghibur raja
dan keluarganya, juga untuk menghibur rakyat pada pesta-pesta. Penari tari pajaga
adalah para wanita yang cantik-cantik
serta mempunyai kelebihan-kelebihan supaya dapat menarik perhatian para
penonton ( raja-raja maupun rakyat) dengan maksud disamping ia berfungsi
sebagai hiburan juga dapat menarik keuntungan atau hasil yang berupa materi,
karena para penonton diberi kesempatan untuk Mappasompe pada salah seorang
Pajaga yang diingininya.
Tari Bosara
Tari
Bosara adalah tarian yang mengambarkan orang bugis jika kedatangan tamu ia senantiasa menghidangkan
bosara, sebagai tanda syukur dan kehormatan .Bosara adalah piring khas suku
bugis-Makassar di Sulawesi Selatan yang berbahan dasar bosara dari besi dan
dilengkapi dengan penutup khas seperti kobokan besar, kemudian dibalut denagn kain berwarna terang, seperti warna merah,
biru, hijau atau kuning, yang diberi ornamen kembang keemasan di sekelilingnya.
Bosara biasanya diletakkan di meja dalam rangkaian acara tertentu, khususnya
acara yang bersifat tradisional dan sarat dengan nilai-nilai budaya. Seperti
fungsi piring biasanya bosara berfungsi sebagai
tempat sajian aneka kue tradisional maupun tempat lauk . Bosara kemudian
diletakkan diatas meja berkaki pendek, biasanya disebut meja Oshin. Selain itu
untuk melengkapi Bosara diletakkan baki kecil yang di atasnya dilapisi kain
yang berwarna mirip dengan warna bosara dan juga diletakkan alas dan piring
ceper berukuran kecil yang digunakan untuk meletakkan kue tradisional yang
diambil dari bosara, kemudian juga dilengkapi dengan cangkir untuk minuman teh
serta tutupnya, ditambah gelas untuk air putih.
Sehingga seperti yang
sudah dijelaskan diatas dalam pertunjukannya tari bosara menggunakan property
bosara (piring). Tari bosara digunakan untuk menjamu raja, menyambut tamu
agung, pesta adat, dan pesta perkawinan (fungsi upacara adat ).
Tari
Gandrang Bulo
Tari
gandrang bulo adalah kesenian
rakyat Sulawesi selatan yang
menggabungkan unsur musik, tarian dan dialog kritis nan kocak dan merupakan
sebuah tarian terkenal dengan gerak dinamis.Menurut bahasa Gandrang
bulo berasal dari dua kata, yaitu “gandrang” yang berarti tabuhan atau pukulan
dan “bulo” yang berarti bamboo.
Tarian gandrang bulo
muncul pada masa penjajahan Jepang yaitu
saat istirahat (seusai keja paksa ) para pekerja tersebut bermain – main
dengan menyanyikan lagu – lagu jenaka sambil melakukan adegan – adegan lucu
yang diambil dari gerakan tentara jepang, bagaimana mereka dihukum pada saat
bekerja hal tersebut hanya dilakukan apabila tidak ada pengawas dari Jepang.
Pementasan gandrang bulo diiringi oleh alat musik
tradisional yang terdiri dari potongan bambu yang diadu secara serentak,
gendang, dan suling atau alat gesek tradisional namun seiring perkembangan
zaman tarian ini juga diiringi dengan
lagu-lagu jenaka, dialog-dialog humor yang sarat kritik dan ditambah gerak tubuh yang
mengundang tawa penonton.Sebelum tahun 60an ganrang bulo
dimainkan oleh orang dewasa dengan cara
membuat lingkaran namun lama kelamaan berubah menjadi permainan
anak-anak. Seperti
pada pertunjukan drama para pemain atau penari ada yang membawakan karakter lucu seperti orang idiot
atau orang kampung yang lugu dan ada juga yang berperan sebagai pejabat atau orang berkuasa yang angkuh dan
angkuh.
Tari gandrang bulo dapat difungsikan untuk hiburan,sebagai
menyambut tamu pernting Negara dan biasanya juga oleh masyarakat juga digunakan
untuk mengungkapkan inspirasi dan unek-unek baik kepada pejabat maupun
pemerintah.
TARI PA’GELLU’
Tari Pagellu disebut
juga dengan Gellu Pangala. Kata
Pa’gellu’ berasal dari bahasa Toraja yang artinya menari-menari dengan riang gembira sambil
menggerakkan tangan dan badan bergoyang dengan gemulai.Tari pa’gellu Tari
dilakukan oleh lima atau tiga orang gadis.Ada satu larangan bagi penari
pa’gellu yaitu jika seorang penari memiliki anggota keluarga yang meninggal dan
belum dimakamkan, maka ia tidak diperbolehkan menari karena ia dianggap masih
berduka.Dalam tari pa’gellu terdapat 12
gerakan utama sebagai philosofi hidup dan ethos kerja orang Toraja dan
gerakan ini mengandung makna yang
demikian mendalam meliputi ma’tabe’; pa’dena’-dena’; pa’gellu’tua; pa’kaa-kaa
bale; pa’tulekken; pa’langkan-langkan; masiri; pangallo; penggirikan tang
tarru; pa’lalok pao; pangrapanan/pelepasan. Dalam tari ini para penari
juga melakukan attraksi menaiki gendang dan menari di atasnya. Sehingga butuh keterampilan dan latihan untuk dapat
menari sambil menjaga keseimbangan. Di tengah - tengah acara menari, para
penonton akan menghampiri penari untuk memberikan uang yang diselipkan di
antara hiasan kepala si penari atau yang disebut ma'toding. Saat menari para
penari pa’gellu mengenakan pakaian dan tarian khas toraja.
Tarian pa’gellu pada mulanya digunakan
saat acara penyambutan terhadap para
patriot atau pahlawan yang kembali dari medan perang dengan membawa kemenangan tetapi
sekarang tarian ini digunakan untuk mengekspresikan rasa suka cita,dan
dipertunjukkan pada upacara kegembiraan, seperti pesta pernikahan, pesta
syukuran di musim panen, atau saat menyambut tamu kehormatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar