Selasa, 09 Juni 2015

Tugas B.indonesia



Sahabat untuk Callista


            Namaku Callista Viola , orang-orang memanggilku Lista aku anak bungsu dari 2 saudara. Kakakku bernama Vanessa Aurelia dan dia  sangat membenciku karena dia masih belum terima kalau ibu meninggal karena kecelakaan saat ibu menjemputku sekolah, kata kakak. Ibu meninggal saat aku masih duduk di kelas 1 SD sehingga aku belum begitu mengerti tentang kejadian yang sebenarnya terjadi. Semenjak ibu meninggal kami  pindah ke suatu desa yang indah sekali namanya desa Cikeas. Kami  tinggal di Cikeas hanya untuk 2 tahun  kata ayah tetapi aku berharap kita bisa tinggal disini  lebih lama lagi karena bagiku tinggal didesa lebih indah daripada harus  tinggal di kota yang setiap hari dipenuhi dengan polusi yang tiada habis tapi tidak bagi  kak  Vanessa.

            Hari ini adalah hari pertamaku  masuk di sekolah baru, akupun sangat bersemangat . Pagi-pagi sekali aku sudah bangun untuk menyiapkan buku-buku yang akan kubawa. Waktu sudah menunjukkan pukul 6.30 kini saatnya aku berangkat, Aku  segera memanggil kakak untuk berangkat sekolah bersamaku .Tiba-tiba dari arah  tangga  terdengar  hentakan kaki menuruni tangga, aku kira  itu kakak yang sudah  siap berangkat sekolah denganku  ternyata perkiraanku salah  100 % . Kakak  baru saja bangun dan  masih memakai piyama pink yang biasa ia dipakai.Aku dan ayah yang sedang sarapan sangat terkejut. Dengan spontan Ayah  marah-marah pada kak Vanessa  tetapi kak Vanessa tidak mengambil pusing hal tersebut. Bahkan dengan santainya  kak Vanessa menuju ke kamarnya lagi  dan tidur dengan lenyap.Akhirnya ayah memutuskan untuk berangkat dulu denganku dan meninggalkan kak Vanessa.

Sekolah baruku memang tidak begitu jauh dari rumah.Selama di mobil aku  tidak berkedip melihat pemandangan yang begitu indah  yang tidak kutemui di kota. Disepanjang  jalan pohon-pohon terlihat masih hijau  dan hamparan sawah dengan padi-padi yang menguning menambah  rasa kagumku pada desa ini.Tapi begitu kulihat jam tangan, aku sangat terkejut dan meminta ayah untuk lebih cepat.walaupun aku  masih ingin menikmati pemandangan ini lebih lama lagi. Ternyata pemandangan  indah  itu tidak hanya disepanjang jalan yang baru saja kulalui dengan ayah, disekeliling sekolah baruku pemandangannya juga tidak kalah indah , menurutku. Di sebelah SD Harapan Bangsa ada sebuah danau yang indah dengan air  masih hijau dan dipenuhi  ikan berwarna-warni yang terletak tepat di bawah pohon besar. Dan ketika aku keluar dari mobil aku hanya bisa tercengang sampai “Ting.. Tong.. Ting.. Tong..”,  tak terasa bel masuk sudah berbunyi sehingga akupun bergegas masuk kelas. Betapa binggungnya aku, aku  langsung masuk ke sebuah kelas yang terletak didekat ruang guru  tetapi ternyata itu  bukan kelasku . Itu adalah kelas 6 dan betapa malunya aku saat itu oh Tuhan….

 Akhirnya ada seorang  kakak kelas baik hati  yang mau mengantarkanku sampai ke kelas yaitu kelas 2  namanya kak Julio dan  dia adalah orang  pertama yang kukenal di sekolah ini.Sesampainya di kelas aku langsung masuk tanpa sepatah kata, ucapan terima kasihpun juga tak ku ucapkan pada kak Julio yang sudah mengantarkanku.

Di  kelas  semua teman dan seorang guru cantik sudah menunggu kedatanganku. Begitu aku masuk kelas semuanya tersenyum melihatku, akupun sangat senang sekaligus malu karena akibat salah kelas tadi aku jadi terlambat masuk kelas.Aku langsung meminta maaf  pada bu guru. Bu guru cantik yang tadi tersenyum kepadaku, menyuruhku untuk duduk  karena mungkin aku terlihat sangat capek menurutnya.Aku duduk dibangku paling depan dengan seorang laki-laki sederhana dan lugu. Setelah aku duduk dan meletakkan tasku ,  bu guru cantik kembali memanggilku kali ini beliau menyuruhku untuk memperkenalkan diri dihadapan teman-teman.

Bu guru cantik: Calissta, coba kamu perkenalkan dirimu pada teman-teman.

Callista : Baik bu...  Hai semua perkenalkan namaku Callista Viola, aku biasanya  dipanggil lista. Aku pindahan dari SD Menteng Jakarta dan  aku  pindah karena Ayahku bertugas disini

Bu guru cantik : Terima kasih Callista dan  silahkan duduk kembali

            Tak terasa jam pelajaran Matematika sudah selesai dan ting tong ting tong “ ye…!!! istirahat” teriak semua teman baruku . Kali ini aku tidak ingin kekantin apalagi main-main diluar kelas. Ya…karena aku belum punya teman untuk kuajak main.Tiba-tiba temanku sebangku datang menghampiriku dan ia menawariku  untuk pergi ke kantin bersama dengan senang hati aku menerima tawaran  temanku sebangku ini.

            Kitapun memesan menu dan duduk di tempat yang sama. Sambil menunggu pesanan makanan tiba kitapun mengobrol-ngobrol. Dari situlah aku tahu bahwa ia bernama Tio dan  takku sangka ternyata  dia tinggal tepat di sebelah rumahku. Setelah selesai makan Tio mengajakku keliling sekolah supaya aku lebih tahu tentang sekolah ini, katanya.

            Bel pulang sekolah telah  berbunyi dan semuanya bergegas untuk pulang. Akupun segera mengemasi barang-barangku yang berserakan di atas meja  melihat aku yang  tergesa-gesa Tio membantuku untuk memasukkan barang-barangku ke dalam tas dan setelah semuanya sudah dimasukkan kedalam tas , Tio juga menawariku untuk pulang bersama dengannya karena rumah kita berdekatan, pikirnya. Sebenarnya aku mau saja pulang bersama Tio tapi ketika aku lihat jendela ayah sudah menungguku  di depan gerbang sekolah. Dengan terpaksa kali ini aku menolak tawaran Tio. Kukira dia marah, tapi ternyata dia  membalasku dengan tersenyum . “Iya nggak apa-apa kok,lis” kata Tio.Beruntung sekali ya aku bertemu dengan teman baru yang  begitu baik dan ramah seperti Tio.

            Ketika di rumah aku bercerita pada kakak tentang semua peristiwa yang  ku alami di sekolah tadi. Ya..tapi seperti biasa kak Vanessa tidak mendengarkanku malah ia memakai headset untuk menutupi telingganya,huft….mungkin aku harus sabar menghadapi kakakku ini.

            Tidak terasa sudah hampir satu tahun aku bersekolah di SD Harapan Bangsa  dan setiap hari aku berjalan kaki bersama Tio untuk berangkat sekolah. Dulu kemanapun aku pergi aku selalu meminta sopirku untuk mengantarkan, walaupun itu dekat tetapi kini aku seolah-olah sudah berubah 180 drajat.Aku lebih suka berjalan kaki kemanapun aku pergi, karena jalan kaki itu sehat dan aku tidak mau mengotori desa yang indah ini dengan asap mobilku.

            Semenjak aku berteman dengan Tio hariku menjadi semakin berwarna. Bagiku Tio adalah sahabat sejatiku,dia sering sekali main kerumahku bahkan   saat aku  sedih ia selalu menghiburku. Ketika aku sedih dia langsung mengambil gitar dan menyanyikanku lagu yang paling aku sukai , berjudul  “ Never Say Never”  yang sering dibawakan  oleh idolaku Justin Bieber . Walaupun suara Tio tidak sebagus Justin tapi aku menghargai usahanya, hehehe. Tidak seperti kakakku yang acuh kepadaku bahkan  ia sering pergi shopping bersama teman-temannya dan meninggalkanku sendirian dirumah. Apalagi saat ayah keluar kota kakak selalu membawa teman-temannya kerumah dan tak jarang temannya itu membuat seisi rumah berantakan.Itu   rtinya tugasku menjadi bertambah. Yah, karena kakak selalu menyuruhku untuk merapikannya kembali .

            Kini sudah 2 tahun kami tinggal di desa ini,dan seperti yang  ayah  katakana,  ayah  mengajak aku dan  kakak untuk kembali ke Jakarta . Belum ke kota saja rasanya aku sudah malas untuk membayangkan hidup di kota lagi dan meninggalkan desa yang sangat aku cintai ini.Akupun langsung pergi ke kebun belakang  rumah tempatku biasa main dengan Tio karena aku sudah tidak tahan menahan air mataku ini. Tiba-tiba Tio mengejutkanku dari belakang, dengan seketika aku menjerit dengan keras. Dan ketika aku tahu bahwa itu kerjaan Tio, aku langsung marah kepadanya. Tiopun meminta maaf  kepadaku,”Maaf  lis aku tidak tahu kalau kamu sedang sedih” kata Tio. Aku pikir ini salahku juga sih, masak cuma di kagetin aja aku marah pada Tio. Akhirnya aku bercerita pada Tio tentang apa yang ayah katakan  padaku barusan dan Tio juga ikut sedih mendengarnya.

Tio menyarankanku untuk bicara terus terang sama ayah.Akupun  langsung pulang dan bicara pada ayah kalau aku masih ingin tinggal di desa.Dan tidak seperti yang kuduga sebelumnya ayah mengijinkanku tinggal di desa dengan ditemani oleh tante. Bahkan ayah senang kalau aku tinggal didesa karena itu dapat membuatku menjadi mandiri, kata ayah.Aku sempat sedih karena aku  harus berpisah dengan ayah , tapi ayah berjanji untuk menengokku setiap bulan .



Beberapa tahun kemudian



            Kini aku sudah SMA  dan seperti sekolahku sebelumnya, aku bersekolah di SMA yang sama dengan Tio bahkan kita satu kelas. Menurutku sejak awal sampai sekarang aku berteman dengan Tio, dia tidak berubah sedikitpun, dia tetap polos dan sederhana. Tapi mungkin sekarang adalah waktunya aku harus berpisah dengannya, ini saatnya kita meraih cita-cita kita masing-masih. Dan seperti janji ayah, aku akan kuliah di salah satu kampus yang terletak di  London ,sesuai impianku ketika aku masih kecil dulu.Tapi aku merasa sedih karena Tio terpaksa tidak melanjutkan sekolah dengan alas an terhalang biaya.  Tio adalah anak yang  pandai kenapa aku tidak mencarikan  beasiswa saja, pikirku. Akhirnya dengan sembunyi-sembunyi aku mendaftarkan Tio kedalam  program beasiswa kuliah yang dicanangkan pemerintah dan seperti dugaanku sebelumnya Tio di terima dengan nilai tertinggi. Aku segera memberi tahu Tio tentang kabar baik ini dan ia pun langsung memelukku sebagai ucapan terima kasih. Karena Tio peraih nilai tertinggi maka ia bebas menentukan kampus yang ia inginkan.  Akhirnya Tio memutuskan untuk kuliah di salah satu kampus di Jakarta. Ia kuliah di bidang  kedokteran, mulia sekali ya cita-cita temanku ini.Tapi aku merasa sedih karena tidak satu sekulah lagi sama Tio, tapi aku yakin pada suatu hari nanti kita akan bertemu ketika kita sudah  sukses.

            Tak terasa seminggu lagi aku harus berangkat ke London, tapi aku bingung kenapa setiap hari kepalaku selalu pusing dan an semakin lama dari hidungku sering keluar darah.Aku pikir ini cuma akibat kelelahan ,tapi Tio  menasehatiku untuk mengechek ke rumah sakit, aku selalu menolak saat dia mau mengantarkanku, sampai suatu saat aku menuruti  nasehatnya. Dan anehnya ketika  aku  selesai diperiksa, dokter memanggil Tio karena  dia yang menemaniku saat itu, setelah itu aku nggak tahu apa yang dokter  biacarakan  pada Tio sampai ia tidak dapat menahan air mata. Tapi  ketika aku tanya langsung pada Tio , ia hanya tersenyum dan berkata kalau aku cuma sakit kepala biasa. Kali ini aku tidak percaya dengan  apa yang dikatakan sahabatku ini  kalau cuma sakit kepala biasa  kenapa ia sampai menangis, aku akan mencari jawabannya sendiri.

            Sampai suatu hari aku menemukan sebuah surat dokter dikamar Tio saat aku main  rumah nya dan itu bertuliskan atas namaku.. Akupun terkejut saat membaca kalau sebenarnya dokter telah menvonisku mengindap penyakit kanker otak stadium akhir.Dan yang membuatku semakin sedih, kenapa sahabatku dari kecil menyembunyikan ini semua dari aku. Tak lama kemudian terdengar suara montor Tio. Aku segera menghapus air mataku dan keluar dari rumahnya.Tio binggung dengan apa yang terjadi denganku

Tio: Lis, kamu kenapa menangis?

Callista: Enggak kok aku nggak apa-apa

Tio:Kamu jangan bohong lis, aku itu temanmu dari kecil jadi aku tahu banget kalau kamu sedang bohong. Ayolah cerita padaku!

Callista: Aku kecewa sama kamu. Kenapa kamu harus bohong padaku?

Tio: Bohong  apa lis?

Callista: Kalau sebenarnya dokter sudah  menvonisku mengidap penyakit kanker otak  stadium akhir.Aku nggak menyangka kenapa di usiaku yang tak lama lagi sahabat sejatiku harus bohong kepadaku..

Tio: Callista, kamu nggak boleh bicara begitu, aku yakin kalau kamu pasti sembuh. Aku terpaksa bohong sama kamu karena aku  nggak ingin kalau sahabatku sedih seperti ini

Callista: Aku lebih sedih kalau kamu bohong sama aku Tio

Tio: Ya sudah aku minta maaf  lis, aku nggak bermaksud seperti itu. Aku janji  aku akan selalu menemanimu…

            Akupun tidak tahu kalau sebenarnya Tio sudah memberi tahu ayahku kalau aku mengidap kanker. Akhirnya ayah menyuruhku untuk ke Jakata tinggal dengannya lagi dan melakukan pengobatan disana. Aku berangkat ke Jakarta ditemani Tio karena ia juga mau kuliah di Jakarta. Aku sedih karena cita-citaku dari kecil untuk berkuliah di London harus pupusbegitu saja.Tetapi Tio selalu memotivasiku untuk tetap semangat  melawan penyakitku  ini,bahkan ia rela tidak masuk  kuliah  hanya untuk menemaniku terapi.Tapi rasanya aku sudah tidak tahan  lagi. Setiap hari hidungku mengeluarkan darah dan semakin hari semakin banyak. Oh.. Tuhan, aku ikhlas kamu  ambil.Karena di akhir hidupku ini Engkau telah memberiku sahabat yang begitu baik kepadaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar